1.1.
LATAR BELAKANG
Provinsi banten memiliki sumberdaya kelautan dan perikanan
yang sangat beragam, baik jenis maupun potensinya. Provinsi banten terdiri dari
4 Kabupaten dan 4 Kota mempunyai luas perairan laut ± 11.500 km2 dan panjang pantai sekitar ± 500 km. Luas
wilayah laut diperkirakan mencapai 130 % dibandingkan luas daratan yaitu
8.651,2 km². Luas wilayah Provinsi Banten
20.300,83 Km2 Luas Kewenangan Wilayah Laut
Provinsi ± 11.500
Km2, Panjang Garis Pantai 517,42 Km2.
Potensi kelautan dan perikanan Luas perairan laut 11.500
km2, Kabupaten/Kota Pesisir 6 Kab/Kota, Kecamatan pesisir 35 Buah, Desa Pesisir 129 Buah, Luas Terumbu Karang,
2.118 ha Luas Mangrove, 721 ha Luas Padang Lamun,
735 ha Potensi Lahan Budidaya 25.416,89 ha. Jumlah pulau-pulau kecil di
provinsi banten sebanyak 64 pulau, salah satu diantaranya termasuk pulau kecil
terluar yakni pulau deli (Perpres no 78 tahun 2005
tentang pengelolaan pulau-pulau kecil terluar). Adapun jumlah kecamatan
pesisir di provinsi banten sebanyak 36 kecamatan, jumlah desa pesisir
nya sekitar 132 desa pesisir dengan jumlah nelayan sebanyak 27.645 orang /
jumlah nilai tukar nelayan (ntn) 99,92.
Sampai
saat ini, kondisi eksisting bangunan laut, pipa dan kabel bawah laut di
perairan provinsi Banten bukan tidak terdata atau terpetakan, namun data dan
peta yang ada semuanya bersifat fungsional sektor, seperti peta SKKL (Sistem
Komunikasi Kabel Laut) di Kementerian Komunikasi dan Informasi; peta alur
pelayaran, DLKr (Daerah Lingkungan Kerja Perairan) dan DLKP (Daerah Lingkungan
Kerja Pelabuhan) di Kementerian Perhubungan; peta kawasan-kawasan konservasi
laut di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; peta pipa minyak dan gas
bumi di SKK Migas dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; peta zona
militer di Markas Besar TNI dan Kementerian Pertahanan; dan lain-lain.
Belum
ada pendataan dan pemetaan kondisi eksisting bangunan laut, pipa dan kabel
bawah laut yang komprensif di seluruh perairan laut Provinsi Banten. Ketika
terjadi konflik pemanfaatan antara parapihak, maka tidak ada dasar pengambilan
keputusan yang sahih. Terlebih ketika terjadi insiden seperti diulas di atas,
maka yang terjadi adalah saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan di
antara parapihak tersebut. Sementara rakyat umum di sekitar lokasi konflik lah
yang menanggung dampak yang terjadi.
Terakhir,
sektor pariwisata bahari yang berkembang pesat akhir-akhir ini pun belum
terpetakan dengan komprehensif, sehingga masih banyak tumpang tindih di
lapangan. Pembangunan dykes untuk menciptakan kolam perairan buatan yang terkontrol
lingkungannya, pemasangan obyek wisata buatan di bawah laut (articial
wrecks),
hingga aktifitas wisata luar ruang yang memanfaatkan perairan dangkal dapat
berpotensi konflik dengan pemanfaat yang lain.
1.2.
TUJUAN
a.
Mengidentifikasi dan pemetaan kondisi Eksisting Jas
Kelautan di Provinsi Banten
b.
Merencanakan pemanfaatan Jasa Kelautan di Provinsi
Banten
1.3.
SASARAN
a.
Teridentifikasi dan terpetakan kondisi Eksisting Jas
Kelautan di Provinsi Banten
b.
Rencana pemanfaatan Jasa Kelautan di Provinsi Banten
1.4.
RUANG LINGKUP...
Ruang Lingkup kegiatan meliputi:
a.
Identifikasi
Jasa Kelautan
1)
Pemanfaatan
Air Laut selain Energi,
2)
Garam,
3)
Wisata
Bahari,
4)
Bangunan dan
Instalasi di Laut,
5)
Barang
Muatan Kapal Tengelam (BMKT).
b.
Rencana
Pengembangan/Pemanfaatan Jasa Kelautan
1)
Kriteria
Bangunan dan Instalasi di Laut,
2)
Pemanfaatan
Air Laut selain Energi,
3)
Garam
Industri,
4)
Wisata
Bahari,
5)
Bangunandan
Instalasi di Laut,
6)
Pipa/Kabel
Bawah Laut
c.
Persyaratan
dan Mekanisme Penempatan Bangunan dan Instalasi di Laut
1)
Persyaratan
Penempatan Bangunan dan Instalasi di Laut
2)
Mekanisme
Penempatan Bangunan dan Instalasi di Laut
d.
Penutup
1)
Penataan
Ruang Laut
2)
Pembongkaran
Bangunan Laut, Pipa dan Kabel Bawah Laut yang Telah Usang dan Tidak Terpakai
3)
Pengkajian
Strategis Atas Lahan Laut yang Belum Termanfaatkan
4)
Penutup
Tidak ada komentar:
Posting Komentar